Kepolisian Ungkap Tambang Ilegal di Tahura Bukit Soeharto, Kerugian Negara Ditaksir Capai Rp1 Triliun

Kehutanan 17 Nov 2025 147 kali dibaca
Gambar Artikel Lokasi tambang ilegal | Sumber foto: metrokaltim

LingkariNews—Tim kepolisian mengungkap operasi penambangan batubara ilegal di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Kawasan ini secara administratif masih termasuk dalam wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga operasi tambang ilegal tersebut termasuk dalam tindakan yang dilakukan di dalam hutan konservasi.

Dari hasil penelusuran di lapangan, luas area tambang diperkirakan mencapai lebih dari 300 hektare. Temuan ini menunjukkan besarnya skala aktivitas yang berlangsung di kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto. "Hasil pengecekan kami di lapangan, bukaan (tambang) yang sudah mereka buka kurang lebih 300 hektare," ucap Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Mohamad Irhamni Irhamni. 

Kerugian Negara Mencapai Rp. 1 Triliun

Berdasarkan penelusuran kepolisian, aktivitas tambang ilegal di kawasan konservasi Bukit Soeharto telah berlangsung sejak setidaknya 2016. Aktivitas ini telah menyebabkan kerusakan signifikan di area yang menjadi penyangga Ibu Kota Nusantara, dengan perubahan bentang alam dan hilangnya tutupan vegetasi. Analis menilai pemulihan kawasan tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan rehabilitasi menyeluruh melalui penanaman kembali dan revitalisasi ekosistem agar fungsi konservasinya dapat dipulihkan.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut), Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa potensi kerugian negara akibat operasi tersebut ditaksir mencapai Rp1 triliun. Nilai tersebut berasal dari hilangnya potensi penerimaan negara serta kebutuhan biaya pemulihan sumber daya alam yang terdampak. 

Selain kerugian fiskal, aktivitas ini juga mengganggu stabilitas ekosistem kawasan. “Tambang ilegal di kawasan hutan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara, tetapi juga merusak ekosistem yang memegang peran penting bagi kehidupan manusia. Untuk kejahatan seperti ini, tidak ada ruang kompromi,” tegas Dwi Januanto.

Rekayasa Perizinan dan Langkah Hukum yang Ditempuh

Kawasan Tahura Bukit Soeharto sejatinya merupakan area terlarang untuk aktivitas pertambangan karena berstatus sebagai kawasan konservasi. Namun para pelaku mengakali aturan dengan mendaftarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lokasi berbeda. 

Dalam praktiknya, kegiatan tambang ilegal tetap dilakukan di wilayah Bukit Soeharto. barulah hasil tambangnya yang dibawa ke lokasi ber-IUP agar tampak seperti produksi legal. “Seolah-olah tambang itu dari IUP resmi ini. Bahkan setelah kami cek IUP ini, dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) ternyata juga belum dikeluarkan,” ujar Irhamni.

Saat ini, kepolisian telah mengamankan lima pelaku terkait aktivitas tambang ilegal tersebut. Seluruhnya sedang menjalani proses hukum sesuai tingkat keterlibatan masing-masing. “Dua tersangka sudah proses persidangan, yang tiga sedang proses untuk penelitian berkas perkara di Kejaksaan,” jelas Irhamni.

Dalam pengungkapan kasus ini, polisi juga menyita sejumlah barang bukti termasuk 6.000 ton batu bara ilegal bernilai sekitar Rp100 miliar, dua excavator, serta dokumen transaksi yang kini dikembangkan ke tindak pidana pencucian uang (TPPU). Batu bara hasil sitaan nantinya akan dilelang dan pendapatannya dikembalikan kepada negara. 

Sementara itu untuk kawasan yang rusak, pemulihan dilakukan melalui reklamasi dan penanaman kembali. “Tentunya harus ada penanaman ulang, reforestasi atau reboisasi. Harus reklamasi juga untuk lubang bekas tambang,” terang Irhamni.

Polisi Komitmen Perkuat Kontrol Kawasan IKN

Irhamni menegaskan bahwa meskipun kepolisian telah berhasil mengungkap jaringan tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto, pengawasan dan penindakan akan terus diperkuat di kawasan sekitar Ibu Kota Nusantara. Pihak Otoritas IKN juga akan membentuk tim khusus yang bertugas melakukan patroli rutin menggunakan drone untuk memantau potensi aktivitas melanggar hukum. 

Langkah pemantauan udara ini dinilai mampu memberikan jangkauan lebih luas dan respons lebih cepat. “Patroli ini akan lebih efektif dalam mendeteksi berbagai aktivitas dalam kawasan deliniasi IKN maupun Tahura Bukit Soeharto,” jelasnya.

(KP/NY)