Brasil Buka Peluang Peningkatan Produksi Ethanol, Harga Gula Mulai Pulih

Gula 06 Des 2025 99 kali dibaca
Gambar Artikel

LingkariNewsHarga gula global mengalami kenaikan dalam dua hari berturut-turut pada Selasa, 2 Desember 2025. Dengan kenaikan ini, harga gula mentah berjangka di New York naik ke kisaran 14,93 sen per pon. Pergerakan tersebut dipandang sebagai titik balik setelah penurunan tajam yang menyeret pasar ke level terendah dalam lima tahun.

Sebelumnya, harga komoditas gula sempat anjlok lebih dari 20 persen sepanjang tahun. Tekanan itu muncul dari ekspektasi pasokan global yang melimpah dan membayangi kinerja pasar dalam beberapa bulan terakhir.

Surplus Global Tekan Harga Gula di Pasar Internasional

Merosotnya harga gula dunia dipicu proyeksi produksi yang terus naik. Organisasi Gula Internasional memproyeksikan surplus moderat sebesar 1,6 juta ton pada musim 2025–2026. Analis Czarnikow bahkan memperkirakan surplus global dapat mencapai 8,7 juta ton.

Kenaikan pasokan ini diperkuat lonjakan produksi India. Negara produsen gula terbesar kedua ini diperkirakan naik dari 18,5 persen menjadi hampir 31 juta ton. Volume tersebut menambah tekanan pada pasar. Peningkatan pasokan membuat pasar kelebihan gula. Surplus besar ini menurunkan daya serap dan menekan harga secara konsisten. Mekanisme pasar bereaksi cepat terhadap pasokan berlebih.

Kebijakan Produksi Ethanol Brasil Picu Pemulihan Harga

Kebijakan Brasil, produsen gula terbesar dunia, yang memberi keleluasaan bagi pabrik gula mereka untuk mengalihkan panen tebu ke produksi gula atau biofuel menjadi pemicu pulihnya harga gula dunia. Kebijakan tersebut memungkinkan pabrik memilih opsi produksi yang dianggap paling menguntungkan.

Para analis memperkirakan, pabrik akan lebih condong mengalihkan tebu mereka untuk produksi ethanol. Hal ini juga disampaikan oleh lembaga konsultan Datagro. Presiden Datagro, Plinio Nastari menjelaskan bahwa memang produksi tebu Brasil selatan-tengah diproyeksikan naik dari 607 juta ton menjadi 620 juta ton pada musim 2026–2027. Namun meski alami peningkatan, volume tebu yang digunakan untuk produksi gula diprediksi tetap stagnan di sekitar 40,8 juta ton. Ia menilai pabrik-pabrik akan lebih memilih alokasikan surplus panen tebu untuk produksi ethanol yang lebih menguntungkan saat ini.

Analisis tersebut didasarkan pada kondisi harga gula yang anjlok tahun ini. Kondisi ini membuat ethanol dianggap lebih menarik bagi produsen. Studi terbaru menunjukkan bahwa tingkat paritas ethanol berada di sekitar 18 sen per pon. Paritas etanol menggambarkan titik keseimbangan harga yang membantu menentukan apakah pendapatan dari ethanol akan lebih baik daripada pendapatan dari gula. Dengan nilai paritas tersebut, saat ini produksi ethanol jauh lebih menguntungkan dibanding gula.

Dorongan Struktural dan Iklim Perkuat Pemulihan Harga Gula

Proyeksi analis yang menyebut bahwa produksi ethanol Brasil akan meningkat diperkuat oleh kebijakan E30 (Ethanol 30%) yang diumumkan pada Agustus lalu. Kebijakan ini mewajibkan bensin mengandung 30 persen ethanol. Melalui kebijakan ini, pemerintah Brazil menargetkan peningkatan swasembada energi sekaligus memperkuat permintaan domestik. Langkah ini secara struktural memperbesar pasar ethanol, mendorong pabrik kembali mengalihkan tebu dari gula ke biofuel, dan menjaga ketatnya suplai sehingga pemulihan harga gula berlanjut.

Faktor cuaca juga turut berkontribusi positif terhadap sentimen harga gula. Berdasarkan kejadian sebelumnya, La Niña yang muncul pada bulan September biasanya memicu kondisi lebih kering di wilayah penghasil gula utama Brasil. Kondisi ini berpotensi menekan hasil panen tebu pada musim 2026–2027. Ekspektasi penurunan produksi membuat pasar memperkirakan pasokan akan lebih terbatas, sehingga tren pemulihan harga gula tetap terjaga.

(KP/NY)